Rusia Berulah Lagi, Minyak Dunia Melesat Lagi

POJOKTIMES.COM – Harga minyak mentah dunia kembali menguat dalam dua pekan beruntun, setelah Rusia memberikan sinyal akan membatasi produksi sebagai bentuk pembalasan bagi AS dan sekutu (G7) yang telah membatasi harga minyak yang diekspor Rusia.

Sebelumnya harga minyak sempat melemah di tengah pekan karena kekhawatiran akan menurunnya permintaan akibat badai salju di Amerika Serikat.

Kekhawatiran akan resesi yang dapat membuat permintaan susut juga menyelimuti pasar minyak dunia. Akan tetapi pembatasan produksi dari Rusia serta potensi pembukaan ekonomi lebih lanjut di China akhirnya mengerek harga emas hitam tersebut.

Harga minyak Brent tercatat ditutup di harga US$ 83,92 per barel, naik 0,62% dalam sepekan secara point-to-point. Sementara jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) yang merupakan minyak acuan AS menguat 0,72% dalam sepekan menjadi US$ 79,56 per barel. Keduanya mencatat kenaikan mingguan terbesar sejak Oktober.

Rusia dapat memangkas produksi minyak sebesar 5% hingga 7% pada awal 2023 karena pembatasan harga, kantor berita RIA mengutip Wakil Perdana Menteri Alexander Novak mengatakan pada hari Jumat.

Ekspor minyak Baltik Rusia bisa turun 20% pada Desember dari bulan sebelumnya setelah Uni Eropa dan negara-negara G7 memberlakukan sanksi dan batasan harga minyak mentah Rusia mulai 5 Desember, menurut perhitungan pedagang dan Reuters.

“Potensi pemotongan dari Rusia bisa memberi bahan bakar lebih banyak,” kata Eli Tesfaye, ahli strategi pasar senior di RJO Futures. “Jika permintaan global berlanjut pada kecepatan saat ini, pemotongan itu dapat berdampak signifikan dan kita mungkin tetap berada di kisaran US$ 80-an.”

Baik permintaan dan produksi minyak mentah dapat merosot selama beberapa hari ke depan karena penutupan dari badai musim dingin besar-besaran yang melanda sebagian besar Amerika Serikat. Beberapa kilang terbesar AS ditutup karena cuaca yang sangat dingin sementara produksi ditutup di Texas dan North Dakota.

Bank Swiss UBS memperkirakan harga dapat bergerak kembali di atas US$ 100 per barel tahun depan karena pengurangan produksi Rusia dan pelonggaran pembatasan terkait COVID di China, kata analis Giovanni Staunovo.

“Jalan untuk harga yang lebih tinggi bagaimanapun akan tetap bergelombang,” kata Giovanni dilansir Reuters.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *